donderdag 23 september 2010

Dukun sakti ..4




Dan mereka semua menghambur masuk sambil mengacungkan sebilah clurit yang berkilat tajam kearah mereka. Yang masih berdiri didekat kompor dengan tubuh gemetar dan mulut ternganga. Seorang lelaki kurus meloncat kedepan mereka dan berteriak dengan suara yang menggelegar sehingga jantung mereka seakan berhenti berdetak. “ Aku beri kalian waktu sepuluh menit, untuk mengepak baju dan semua perlengkapan yang kalian perlukan, karena kalian harus ikut  bersama kami malam ini juga”. Terdengar petir menyambar diluar dan baskom ditangan mbak Kania jatuh berdentang ke lantai. Tubuhnya terasa lemas tak berdaya sehingga ia jatuh terduduk. Dan lelaki yang memegang clurit itu menarik tangannya dengan kasar . “ Kalau kau masih sayang dengan nyawamu, cepat jalankan perintahku”, teriaknya sambil mendorong tubuh Mbak Kania kearah pintu yang menghubungkan ruang dalam dengan dapurnya. Ia melambaikan cluritnya kearah wanita yang lainnya. Dan memberi  isyarat kepada mereka untuk bergerak mengikuti mbak Kania. “ Kalau lebih dari sepuluh menit kalian tak muncul kembali, rumah ini akan kubakar habis sampai rata dengan tanah”, ancamnya.

Lelaki kurus itu menoleh ke arah anak buahnya yang berdiri dibelakangnya. “ Sura dan Yadi coba awasi mereka semua “, perintahnya. “ Kalau mereka rewel atau bertingkah seret saja kemari”. Tanpa bertanya lagi, dua orang lelaki itu maju kedepan dan bergegas masuk kedalam pintu yang dilewati oleh para wanita tadi.



Sambil menunggu para wanita itu selesai berkemas, mengepak baju salin dan semua keperluan yang mereka butuhkan, lelaki kurus yang memegang clurit itu menyuruh anak buahnya untuk membungkus semua makanan yang sudah siap untuk dijual. Yang ditata dengan rapi dan indah diatas beberapa buah tampah yang beralas daun pisang  dan berjejer memanjang ditengah dipan bambu yang berada disudut dapur itu. “Besok mereka tak akan dapat berjualan lagi di pasar Gendong legi, karena setelah matahari terbit nanti, mereka telah berada di tempat kita , jadi apa salahnya kalau kita nikmati saja semua makanan ini, daripada terbuang percuma”, katanya. “ Aku ingin membawa  panci sup buntut  yang lezat itu juga, buat sarapan kita esok pagi”, kata seorang anak buahnya. Lelaki kurus itu tertawa, “ Kau benar-benar serakah dan rakus, apa kau berani menjinjing  panci besar  yang  penuh berisi air kaldu yang mendidih  itu ?".

Hujan turun dengan derasnya. Sepuluh menit telah berlalu. Tapi para wanita cantik yang akan mereka culik pada malam itu masih belum juga muncul dipintu. Sehingga lelaki kurus itu mulai gelisah . Ia berjalan mundar-mandir sambil mengunyah sebiji lumpia. Dan ketika panganan itu sudah habis ditelannya , ia menoleh kepada seorang lelaki yang bertubuh pendek dan gemuk , yang sedang sibuk mencungkil sebongkah daging dari sepotong buntut sapi yang besar, yang mengambang dipermukaan panci yang  besar  itu dengan ujung cluritnya yang tajam. . “Coba kau lihat kedalam sana, kalau Sura dan Yadi mencoba untuk bermain gila dengan mereka, akan kuhajar kedua orang itu sampai babak belur,  kita harus pergi secepatnya dari tempat ini”, katanya. Lelaki yang bertubuh tambun itu mengangguk patuh , Lalu berlari masuk kedalam pintu yang sudah terbuka lebar didepan hidungnya.



Sepeninggal orang itu senyap mencengkam. Semua menunggu dengan wajah yang  tegang. Tapi tak terdengar teriakan atau jeritan apapun juga dari arah dalam sana. Mereka saling berpandangan. Dan disaat terdengar petir menggelegar dilangit, lelaki kurus yang sudah hilang kesabarannya itu mengacungkan cluritnya keatas, lalu berlari menerjang masuk kedalam diikuti oleh seluruh anak buahnya.

jilid 5 tamat..sabar ye by DM

vrijdag 17 september 2010

donderdag 16 september 2010

Dukun sakti 3.....



Pasar Gendong legi yang biasanya sepi, minggu ini jadi ramai sekali. Padahal pasar itu terletak disebuah desa yang terpencil sekali. Jauh dari jalan besar yang menghubungkan desa itu dengan kota besar yang terdekat.

Dari pagi orang sudah mulai datang berduyun-duyun kesana. Lalu mereka antri berdiri dengan tertib dan teratur di depan sebuah warung kecil, yang ditata asri sekali. Hebatnya, warung itu hanya buka dipagi hari saja, karena lewat jam 11 siang semua makanan dan kue-kue basah yang dijual disana pasti sudah habis terjual. Ludes tak tersisa lagi.


Khabarnya warung yang laris manis itu, hanya menjual sup buntut, nasi hangat, tempe goreng, kerupuk , sambal , dan berapa macam kue-kue basah seperti lumpia, onde-onde, rujak manis dan kue bika ambon saja. Selain harganya murah meriah, rasanya juga luar biasa sedapnya. Karena sejak dibuka, orang telah berebutan masuk untuk makan dan jajan di warung itu.

Tapi yang lebih hebat lagi, adalah mereka yang meladeni para pembeli. Semuanya wanita, cantik-cantik dan seksi sekali. Juga ramah dan lemah lembut. Tak pernah jemu mengobral senyum. Hingga orang merasa betah untuk duduk berlama-lama di dalam warung itu. Sungguh sebuah perpaduan yang cocok dan harmonis. Karena sambil makan sup buntut yang gurih dan lezat, mata mereka juga disuguhi tontonan, wanita-wanita cantik yang berjalan melenggang hilir mudik untuk melayani semua langganan.

Belum ada seminggu warung sup buntut didesa Gendong legi itu berdiri. Sudah banyak hati lelaki yang gelisah, karena hati mereka telah terpaut oleh paras para pelayan yang sering meladeni mereka makan diwarung itu. Termasuk seorang lelaki muda yang malam itu berjalan kian kemari dengan gelisahnya, didalam sebuah gua yang basah dan lembab, yang tersembunyi dbalik batang pohon-pohon yang besar. Ditengah sebuah hutan jati yang lebat.

Meskipun ada setampah kue-kue basah diatas dipan bambu yang terletak di pinggir gua itu, yang selalu diborongnya setiap pagi dari warung sup buntut itu, tapi ia sudah tak punya selera lagi untuk menyantap jajanan pasar kesukaannya. Ia lebih banyak merenung sambil membayangkan seraut wajah milik seorang wanita cantik, yang telah membuat hari-harinya terasa panjang dan melelahkan sekali.

Seumur hidup belum pernah aku melihat seorang wanita yang secantik dan selembut itu, apakah aku telah jatuh cinta ?, pikirnya sambil menghisap rokoknya dalam-dalam. Malam masih muda, bulan sabit baru saja muncul dilangit, berarti ia masih harus menunggu lama sekali untuk sarapan disebuah warung yang cuma ada di pasar Gendong legi saja, yang sekarang sudah menjadi tujuannya setiap hari.

Khabarnya wanita-wanita cantik yang berjualan di warung itu, sudah punya suami semua, pikirnya lagi dengan hati berdebar. Kalau begitu aku harus dapat memilikinya dengan kekerasan, apa boleh buat, demi cinta semua cara akan kuhalalkan, soal ia mau atau tidak itu bagaimana nanti sajalah, yang penting ia harus berada didekatku siang dan malam. Nanti kalau kurayu terus lama-lama hatinya pasti akan luluh juga.

Lelaki muda itu menarik nafas dalam-dalam, lalu berjalan kearah mulut gua yang besar itu, menghampiri serombongan lelaki yang berwajah kasar dan bermata liar, yang sedang berjongkok mengelilingi sebuah api unggun yang besar untuk menghangatkan tubuh mereka dimalam yang dingin itu.
Disana ia berbicara perlahan dengan mereka. Tak lama kemudian mereka semua bangkit berdiri, lalu berpencar keluar dan lenyap ditelan kegelapan malam.

Malam itu gerimis turun rintik-rintik. Tapi didapur mbak Kania yang hangat, tubuh Jane, Catharina, Lies dan Ernie, sudah basah bersimbah peluh. Sejak sore tadi mereka sudah sibuk menyiapkan makanan dan kue-kue yang akan mereka jual di pasar Gendong legi esok pagi. Jane melempar segenggam merica kedalam panci besar yang airnya bergolak didepannya, " Sampai kapan ya, aku harus masak sup buntut tiap hari", keluhnya sambil mengusap keringat di keningnya. Catharina tersenyum, " Dagangan kita laris manis, tiap hari habis, tapi aku belum juga melihat wajah orang yang kita cari itu ", katanya sambil menggulung sebiji lumpia diatas sebuah piring kecil. Ernie mengangguk. Tangannya sibuk mengupas bengkoang untuk rujak manis yang harus disiapkannya malam itu. " Aneh banget, sepedas apapun juga rujak yang kubuat mereka tetap pada rebutan beli..hihihi". Lies tersenyum, " Onde-ondeku juga begitu loh, kadang-kadang aku nggorengnya gak mateng, maklum keburu ngantuk tapi laris terus". Mbak Kania terkekeh geli, " Sakjane, kita ini bisa kerja sama loh, bikin bisnis catering dikota besar, pasti untungnya banyak deh, kapan banyak orang disana yang suka punya hajat besar". " Aku gak sanggup Nia, kalau tiap malam harus begadang nggodog buntut sapi biar empuk banget", kata Jane sambil membalik-balik tempe yang sedang digorengnya diatas wajan. Dan mereka tertawa geli. Lupa pada semua masalah yang sedang mereka hadapi.

Terdengar anjing melolong panjang diluar. Angin berhembus kencang, dan mereka semua terdiam. " Wah mau hujan badai rupanya", kata mbak Kania sambil menjenguk keluar dari jendela dapurnya. " Eh ini kan malam jum-at toh ", desis Ernie perlahan. Seperti ditujukan pada dirinya sendiri. Catharina menggangguk. " Nggak kerasa ya sudah hampir sebulan kita tinggal disini". "Waktu berjalan cepat sekali ya", sambung mbak Kania sambil menghitung jejeran kue bika ambon yang berderet rapi didepannya. Seperti tentara sedang berbaris. " Entah sudah berapa ribu kue bika ambon yang kubikin, tapi orang kok gak pernah pada bosen ya, jan gumun aku loh".

Terdengar kilat menyambar diluar. Dan mereka menjerit kaget disaat melihat pintu dapur terkuak lebar dan beberapa orang lelaki yang berbaju hitam, menghambur masuk dengan cepatnya.

Nyambung ke jilid 4..sabar ye. by D Misan

dinsdag 7 september 2010

Dukun sakti bag 2




Menjelang tengah malam, disaat awan gelap datang menyelimuti bulan sabit yang tersenyum pucat dilangit, mas Jimmy dan beberapa pemuda kampung Duren berjalan bergegas ke arah tegalan dimana tenda dukun sakti itu berdiri. Mereka ingin melihat sendiri, apa yang sesungguhnya terjadi disana. Karena dukun itu hanya menerima tamu sampai lepas magrib saja, dan selebihnya ia tak mau diganggu lagi. Karena bila bintang-bintang telah muncul bertebaran dilangit, ia harus bekerja memberi perintah kepada tuyul-tuyul piaraannya untuk terbang ketempat yang diinginkannya. Untuk mencuri uang para pejabat yang korup, atau konglomerat yang pinter nipu rakyat kecil dengan dalih menjual saham perusahaan mereka. Yang bisa memberi untung banyak sekali. Padahal saham yang mereka jual isinya cuma janji-janji muluk belaka.

Sampai disana, mas Jim melongo. Tegalan itu ternyata sudah kosong sama sekali. Tenda tempat praktek dukun sakti itu lenyap tak berbekas bagai ditelan bumi. Hanya tinggal sampah-sampah sisa makanan yang bertebaran memenuhi tempat itu. Dukun dan para pelayannya tak kelihatan lagi batang hidungnya. Mereka bagai menghilang dalam kegelapan malam yang pekat. Mas Jim cuma bisa menarik nafas panjang. Dengan kepala penuh tanda tanya ia berjalan pulang. Aneh, pikirnya, mengapa dukun sakti itu pergi tanpa pamitan dari sini, ini pasti ada udang dibalik batu, aku yakin ada yang gak beres sama orang itu, aku cuma kuatir saja akibatnya nanti, tak mungkin ada orang yang bisa melipat gandakan uang tanpa mengambil untung sepeser juga..aneh..aneh.


Malam itu mas Jim gelisah sekali. Meskipun badannya terasa lelah tapi matanya tak dapat terpejam. Entah kenapa hatinya selalu berdebar cemas. Selain memikirkan keanehan dukun ajaib itu, hati kecilnya berbisik bahwa cepat atau lambat akan terjadi sesuatu yang tak diinginkan akan datang melanda penduduk di desa itu.

Disaat azan subuh mengalun syahdu membangunkan orang-orang yang masih tidur lelap didesa itu, tiba-tiba mas Jim meloncat berdiri. Telinganya menangkap derum mobil truk yang hingar bingar masuk kedalam desa itu. Sambil mengusap wajahnya yang layu karena tak dapat tidur semalaman, ia berjalan keberanda rumahnya dan apa yang dilihatnya di luar sana, membuat mulutnya ternganga lebar dan tubuhnya gemetar bagai orang kedinginan. Ternyata desa Duren telah dikepung oleh sepasukan pulisi yang bersenjata.

Belum hilang rasa kagetnya, berapa orang pulisi telah berlari mendekatinya. Tanpa bertanya apa-apa lagi, ia langsung digiring kedalam balai desa yang terletak didepan rumahnya. Bukan cuma pak Kades saja, tapi hampir semua laki-laki dewasa di desa itu dikumpulkan di balai desa. Setelah mereka berkumpul semua, seorang pulisi yang tinggi besar dan punya wajah serius tanpa senyum, langsung membentak-bentak mereka dengan garangnya. " Kalian semua akan kami bawa ke kantor polisi, dan semua barang-barang lux yang kalian beli sejak kemarin lusa akan kami sita semua, karena semua itu kalian bayar dengan uang palsu , dan ini adalah sebuah perbuatan kriminil yang melanggar hukum negara". Maka dipagi yang mendung itu terjadi sebuah kegaduhan yang luar biasa di desa Duren. Pulisi sibuk menyita semua barang-barang lux yang baru saja mereka beli di semua rumah penduduk, dan membawa semua lelaki dewasa yang tinggal di desa Duren kekantor polisi terdekat yang ada dikota besar. Meninggalkan hujan tangis wanita dan jeritan anak-anak yang melihat ayah mereka diborgol tangannya dan dinaikan ke atas truk. Mereka semua berdiri mematung dengan wajah pucat dan air mata berlinang sampai truk yang membawa orang-orang yang sangat mereka cintai itu lenyap ditikungan jalan.



Dan malam itu terjadi sebuah kesibukan yang luar biasa dirumah Jane, adiknya mas Jimmy yang tinggal di kota besar dekat desa Duren. Waktu mbak Kania istri mas Jim datang sambil menangis tersedu-sedu, mengadu tentang nasib suaminya dan penduduk desa Duren lainnya yang ditangkap pulisi karena dituduh mencetak uang palsu, Jane tak membuang waktu lagi. Dia terus menelpon Catharina adiknya, Lies dan Ernie kawan baiknya. Untuk datang kerumahnya malam itu juga dan mencari solusi yang paling baik untuk membebaskan mas Jim dan kawan-kawannya dari tuduhan pulisi.

Untung sajalah Ernie punya saudara yang jadi komandan pulisi di kota itu. Mas Wawan. Jadi ia bisa minta saran dan pendapat dari adik sepupunya itu. " Gini ya Er, sebetulnya mereka masih dianggap tertuduh bukan pelakunya, jadi masih harus bisa dibuktikan kebenarannya". " Bila seandainya pelaku yang sesungguhnya dapat ditangkap pasti mereka akan dibebaskan tanpa syarat", kata mas Wawan sambil mengelus-elus dagunya yang licin mengkilat.

Dan mereka yang mendengar cerita Ernie, langsung bertekad untuk mengejar dukun palsu itu. Malam itu mereka berkumpul untuk mencari akal, bagaimana caranya, agar dapat menangkap dukun palsu yang menghilang tanpa bekas itu.

" Dukun itu gak jelas wajahnya, pokoknya serem banget deh, karena pipinya tertutup jenggot dan kumis yang lebat sekali, juga matanya juling, ia senang duduk ditempat yang gelap, cuma ia doyan sekali makan sup buntut dan kue-kue basah, seperti lumpia, bika ambon, apem, onde-onde dan lain-lainnya", kata mbak Kania sambil mengusap matanya yang basah. " Para pelayannya selalu memborong habis masakan jualanku di warung nasiku".

Jane tersenyum. " Kalau begitu aku punya akal", katanya. " Mulai besok kita jualan dipasar, semua makanan yang paling disukai oleh dukun palsu itu kita bikin rame-rame, ditanggung dia bakalan muncul tanpa diundang lagi deh".
Semua mengangguk setuju. Dan mereka terus berunding sampai larut malam.

nyambung ke jilid 3