maandag 17 januari 2011

zondag 16 januari 2011

Ditraktir orang..

Kalau ditraktir di restoran mewah sama orang yang cuma kenal selewat. Maksudnya bukan teman yang saya kenal dengan  baik..hati saya suka berdebar jadinya. Juga serba salah. Karena biasanya mereka suka punya maksud tertentu. Dari pengalaman saya, biasanya yang ditraktir wajib mendengarkan semua kata-kata yang mentraktir. Karena makanan kita sudah dibayarin sama dia, maka kita wajib mengucapkan terima kasih dengan sikap yang sopan dan santun. Banyak anggukan kepala dan menyetel wajah menjadi terkagum-kagum kalau si pentraktir mulai bercerita tentang kehebatan dan kesuksesan hidupnya. Makanya saya paling tidak suka kalau ditraktir sama orang yang tidak saya kenal dengan baik. Lebih baik BSS sajalah alias bayar sendiri-sendiri gitu. Jadi tak ada yang merasa minder dan tak ada yang merasa tertindas.



Soalnya saya pernah ditraktir sama orang yang cuma kenal selewat. Biarpun  hampir tiap hari kita bertemu di park depan rumah saya, kalau kebetulan kita sedang jalan-jalan sama anjing peliharaan. Orang itu keren banget deh. Tiap hari pake jas dan dasi. Dan pada suatu hari kita berpapasan di kota, dia terus mengundang saya makan di sebuah restoran yang asri dan bergengsi.  Cuma yaitu, biar semua makanan disana rasanya lezat dan nikmat, tapi masuknya sereet banget dileher. Karena selain ada pelayan yang berdiri tegak disebelah kursi kita, siap mengambil ini dan itu yang kita perlukan, kayak pembokat  lagi ngeladenin anak balita makan, sampai saya risih dibuatnya, kuping ini juga harus dipasang terus buat dengerin omongan orang yang nraktir saya makan disitu. Nah yang terakhir ini yang merupakan sebuah siksaan yang luar biasa. Karena rekeningnya mahal juga, jadi saya merasa wajib untuk menyenangkan hatinya dengan jalan memasang muka yang manis, dan belagak kagum dan terpesona mendengarkan semua obrolannya yang penuh dengan kesombongan dan kehebatannya itu.




Dia sengaja bicara keras tentang kesuksesan hidupnya dan kebesaran namanya agar didengar oleh banyak orang. Makin banyak orang yang menoleh kearah meja kami, maka bicaranya pun makin keras dan menjadi-jadi. Semua omongannya menyangkut tentang dirinya sendiri. Saya kan begini.. jadi saya harus begitu, rumah saya modelnya unik sekali, mobil saya merknya cuma ada lima dikota ini, anak saya pinternya luar biasa sampe gurunya pada kewalahan...Masya Allah. Semua cuma saya, saya, saya, saja yang terdengar. Sampai perut ini terasa mual rasanya. Dalam hati saya merasa kasihan padanya. Orang ini jelas kuper, sampai dia harus mengeluarkan uang banyak untuk membeli telinga orang yang mau mendengarkan kehebatannya.






Padahal kesuksesan dan kehebatan seorang, bukan terletak dari cara bicara dan penampilannya. Saya mengenal banyak orang yang pintar dan hebat tapi mengenakan  pakaian yang sederhana dan tingkah laku yang biasa atau normal. Misalnya, ada pemasok sayuran ke hotel-hotel dan rumah makan yang punya omzet 50 juta rupiah seharinya. Punya rumah villa megah dan mobil baru tiga biji. Dia bekerja keras tiap hari dari subuh sampai malam, dengan baju lusuh penuh keringat. Lalu seorang petani yang tiap hari badannya berlumur lumpur, ternyata memiliki sawah yang luaas sekali. Yang nilainya berapa belas milyar rupiah gitu. Ada juga pedagang ayam goreng yang biasa mangkal di tenda sederhana, tapi anak-anaknya bisa study di universitas beken semua.


Sebetulnya, semakin banyak kita mengenal orang, semakin mudah kita bersosialisasi. Saya senang memancing pembicaraan dengan orang yang tak saya kenal sama sekali. Kalau dia sudah mau ngobrol maka saya bisa tahu siapa dia sesungguhnya. Sungguh menarik untuk mendengarkan cerita tentang pengalamannya, tentang asal usulnya, dan tentang pekerjaannya. Dari mereka kita bisa belajar banyak. Cobalah untuk punya rasa humor yang tinggi, karena ini adalah kunci yang sukses dalam pergaulan. Belajarlah untuk menyapa dan tersenyum pada seorang dengan hati yang tulus. Saya lebih suka bercerita yang lucu-lucu daripada bikin reklame muluk tentang diri saya sendiri. Karena saya ingin semua orang bisa tersenyum dan tertawa bila berada didekat saya.

by Diana Misan Jan 2011

woensdag 12 januari 2011

Laris..manis...>>> renungan pribadi



 L  aris manis...itulah impian semua pedagang. Dari pedagang asongan sampai pedagang besar. Yang produksinya sampai
 di export keluar negeri. Semua ingin dagangan mereka laris dan cepat habis. Sampai ada ilmu marketing segala. Untuk menambah wawasan dan kecekatan mereka berdagang. Siapa yang tak kenal nama kolonel Sanders pendiri KFC. Yang jadi legenda. Lambang kesuksesan, keuletan dan jaminan mutu. Saya banyak membaca dan mendengar kisah nyata. Dari pedagang kecil, door to door, sampai punya fillial yang tersebar di semua kota besar. Ayam Suharti  misalnya. Atau gado-gado boplo.  Pembeli terus mencari mereka. Karena rasanya yang lezat dan khas. Lain dari yang lain. Sampai bikin orang pada ketagihan.

Saya bukan pedagang. Belum pernah belajar marketing, Tak pernah membaca buku-buku, yang isinya soal taktik dan politik di dunia niaga. Saya betul betul orang awam didunia itu. Tapi ada sebuah pelajaran yang sangat berharga sekali ,  yang pernah saya dapati dari kota kelahiran saya di Bandung. Dari mereka saya belajar banyak sekali. Tanpa buku, tanpa teory semua praktek langsung. Yang dikemudian hari saya terapkan di Belanda dan ternyata saya bisa meraih sukses berdagang dalam waktu yang pendek sekali. Semua hanya karena saya cuma mencontoh dari  cara berdagang mereka. Biarpun mereka cuma berdagang ketan bakar saja, tapi cara mereka berdagang...wah ini dia... bisa kita jadikan sebuah pelajaran yang sangat berharga sekali.



Puluhan  tahun yang lalu. Waktu saya masih remaja, saya senang sekali makan ketan bakar. Atau ketan yang dipanggang diatas bara api. Bentuknya persegi. Besarnya segede telapak tangan anak-anak. Dimakan panas-panas sama bumbu sambel oncom yang pedees banget. Duuh enaknya..semua rasa ada. Gurih, asin, pedeees dan puanaas. Apalagi kalau makannya malam hari. Sambil menggigil kedinginan di Lembang mulut kita sibuk mengunyah ketan bakar yang lezaat dan panaas itu. Oooh sedapnya. Tak ada duanya. Sampai mata merem melek dibuatnya. Persis kayak orang yang lagi tipsi deh....hahahaha. Baru berhenti kalau perut sudah tak muat lagi. Sekali makan bisa habis 5 biji.


Anehnya semua ini cuma saya dapati disebuah warung kecil. Hanya di warung itu saja. Padahal ada puluhan warung lainnya yang menjajakan makanan kesukaan saya itu, bagai cendawan di musim hujan, rame berjejer disepanjang jalan. Dari mulai memasuki kota Lembang sampai ke daerah Cikole. Cuma di warung itu saja yang selalu penuh dan laris oleh pembelinya. Kalau malam minggu, mobil sampai berjajar banyak sekali. Semua sabar menunggu dan warung lain cuma menampung muntahan langganan mereka saja. Ada sesuatu yang membuat semua pembeli ketagihan ketan bakar mereka. Yaitu, rasa sambel oncomnya yang luar biasa sedapnya, dan rasa ketan bakarnya yang luar biasa panas dan gurihnya. Sebuah gabungan yang maniis sekali. Yang tak dapat ditemukan di warung ketan bakar yang lainnya.


Yang lebih hebat lagi pelayanannya. Sepasang suami istri yang sudah tua dibantu oleh anak-anaknya. Sementara anak-anak mereka sibuk memanggang ketan, suami istri itu bertindak sebagai tuan rumah. Sebuah gabungan sales yang lengkap sekali. Sebelum Hermawan Kartadijaya menulis buku Marketing in venus, mereka sudah lebih dahulu mempraktekannya. Karena mereka berdagang secara manusiawi sekali. Selalu ramah dan sopan kepada langganan. Akrab sekali seperti menyambut famili mereka sendiri. Jika yang beli, rombongan anak-anak muda maka dua orang ini akan bertindak sebagai ibu-bapak mereka. Jika yang membelinya adalah rombongan keluarga, mereka bisa beralih rupa sebagai mertua, kakek-nenek dan orang tua. Jika pembeli adalah para hartawan yang enggan turun dari mobilnya, mereka bisa berubah jadi hamba sahaya yang setia.


Inilah rahasianya. Tak heran bila warung mereka selalu laris manis oleh pembeli. Ada dua hal yang saya camkan baik baik dalam hati. Yaitu, mutu yang selalu harus dijaga dan melayani langganan dengan secara manusiawi. Dua hal ini saya terapkan terus dalam dunia usaha pc yang saya bangun dari 0,0 sampai saat ini. Bersama seorang patner. Alhamdullilah sampai sekarang usaha kami masih terus berjalan, biarpun semakin banyak saingan dan daya beli masyarakat yang semakin menurun akibat resesi. Dari mereka saya belajar banyak sekali. Sepasang suami istri tua yang berjualan ketan bakar diwarung langganan saya dulu...amin.

by Diana Misan..