woensdag 4 augustus 2010

Slametan....




Pagi yang cerah langit biru tak berawan, matahari bersinar hangat dan burung-burungpun bersiul riang. Tapi wajah mbak Kania, istri kepala desa kampung duren yang terletak dibawah kaki gunung Kawi, bak benang kusut yang ruwet banget. Jangankan tersenyum ngomongpun ia sudah males. Sambil duduk bertopang dagu ia menghela nafas berulang kali. " Gimana ya pakne, nanti sore kita kan mau menjamu sanak-kadangmu yang datang dari kota, tapi di pasar sudah gak ada yang jualan minyak tanah lagi, jadi kita harus masak pake apa dong".

Mas Jim terdiam. Ikut bingung memikirkan masalah yang dihadapi sang istri tercinta. Apa gunanya sayur mayur, ikan, tahu, tempe dan daging ayam yang berlimpah ruah jika tak dapat dimasak diatas kompor yang menyala. Kompornya sih ada tiga biji cuma yaitu gak bisa menyala karena gak ada minyak tanahnya. Dan tanpa api tak mungkin dapat menyajikan masakan yang lezat-lezat. Padahal mbak Kania itu terkenal jago masak loh, sampai kondang keseluruh kecamatan.

Disaat pasangan suami istri itu tengah duduk termangu-mangu dilanda kebingungan, sambil duduk diatas amben yang terletak diberanda rumah mereka yang besar, tiba-tiba muncul Lilies istri juragan kebun coklat yang rumahya terletak tak jauh dari rumah mereka. "Loh ada apa ini kok pagi-pagi begini pada bengong semua ?", kata Lilies sambil duduk disebelah mbak Kania.


Tanpa diminta lagi mbak Kania terus menceritakan masalah yang sedang mereka hadapi. Lilies mengangguk. " Hari ini memang gak ada minyak tanah dipasar, kabarnya truk tangki yang biasa ngangkut minyak kesini, kesamber geledek didekat desa Klepon sono, untung sajalah supirnya gak apa-apa, biarpun mobilnya kebakar habis".
Mas Jim menggaruk-garuk rambutnya. " Musibah memang tak bisa ditolak tapi kenapa harus terjadi hari ini, disaat aku mau menjamu saudara-saudaraku yang sengaja datang kemari untuk menjenguk kita". Lies tersenyum. Biarpun ia masih muda tapi orangnya cekatan dan kreatif banget loh. "Sakjane, minyak tanah itu bisa diganti sama kayu juga loh, jadi apa salahnya kalo kandang ayamnya mas Jim kita robohin saja, kan kayunya bisa dipake masak toh".

Mbak Kania mengangguk setuju. Saran yang tepat sekali. Karena sejak ada desas-desus penyakit flu burung yang datang menyerang di segenap penjuru negara, ia gak mau pusing lagi. Semua puluhan ayamnya piaraannya terus disembelih dan dagingnya dibuat opor ayam yang lezat sekali. Terus dibagikan kepada semua penduduk yang tinggal dikampungnya.

Tak lama kemudian mereka bertiga bekerja keras sekali. Merobohkan kandang ayam dibelakang rumah pak Kades dan semua kayunya dikumpulkan jadi satu. Mas Jim membuat juga sebuah tungku darurat dari batu bata dihalaman rumah. Supaya rumahnya bebas dari polusi asap bila kayunya dibakar untuk masak nanti.
Dan tak lama kemudian mbak Kania yang dibantu oleh Lies sudah mulai sibuk, pak-pik-pek memasak segala macam hidangan yang lezat-lezat untuk menjamu para tamu yang akan datang berkunjung sore nanti.

by DM

Geen opmerkingen:

Een reactie posten