dinsdag 7 september 2010

Dukun sakti bag 2




Menjelang tengah malam, disaat awan gelap datang menyelimuti bulan sabit yang tersenyum pucat dilangit, mas Jimmy dan beberapa pemuda kampung Duren berjalan bergegas ke arah tegalan dimana tenda dukun sakti itu berdiri. Mereka ingin melihat sendiri, apa yang sesungguhnya terjadi disana. Karena dukun itu hanya menerima tamu sampai lepas magrib saja, dan selebihnya ia tak mau diganggu lagi. Karena bila bintang-bintang telah muncul bertebaran dilangit, ia harus bekerja memberi perintah kepada tuyul-tuyul piaraannya untuk terbang ketempat yang diinginkannya. Untuk mencuri uang para pejabat yang korup, atau konglomerat yang pinter nipu rakyat kecil dengan dalih menjual saham perusahaan mereka. Yang bisa memberi untung banyak sekali. Padahal saham yang mereka jual isinya cuma janji-janji muluk belaka.

Sampai disana, mas Jim melongo. Tegalan itu ternyata sudah kosong sama sekali. Tenda tempat praktek dukun sakti itu lenyap tak berbekas bagai ditelan bumi. Hanya tinggal sampah-sampah sisa makanan yang bertebaran memenuhi tempat itu. Dukun dan para pelayannya tak kelihatan lagi batang hidungnya. Mereka bagai menghilang dalam kegelapan malam yang pekat. Mas Jim cuma bisa menarik nafas panjang. Dengan kepala penuh tanda tanya ia berjalan pulang. Aneh, pikirnya, mengapa dukun sakti itu pergi tanpa pamitan dari sini, ini pasti ada udang dibalik batu, aku yakin ada yang gak beres sama orang itu, aku cuma kuatir saja akibatnya nanti, tak mungkin ada orang yang bisa melipat gandakan uang tanpa mengambil untung sepeser juga..aneh..aneh.


Malam itu mas Jim gelisah sekali. Meskipun badannya terasa lelah tapi matanya tak dapat terpejam. Entah kenapa hatinya selalu berdebar cemas. Selain memikirkan keanehan dukun ajaib itu, hati kecilnya berbisik bahwa cepat atau lambat akan terjadi sesuatu yang tak diinginkan akan datang melanda penduduk di desa itu.

Disaat azan subuh mengalun syahdu membangunkan orang-orang yang masih tidur lelap didesa itu, tiba-tiba mas Jim meloncat berdiri. Telinganya menangkap derum mobil truk yang hingar bingar masuk kedalam desa itu. Sambil mengusap wajahnya yang layu karena tak dapat tidur semalaman, ia berjalan keberanda rumahnya dan apa yang dilihatnya di luar sana, membuat mulutnya ternganga lebar dan tubuhnya gemetar bagai orang kedinginan. Ternyata desa Duren telah dikepung oleh sepasukan pulisi yang bersenjata.

Belum hilang rasa kagetnya, berapa orang pulisi telah berlari mendekatinya. Tanpa bertanya apa-apa lagi, ia langsung digiring kedalam balai desa yang terletak didepan rumahnya. Bukan cuma pak Kades saja, tapi hampir semua laki-laki dewasa di desa itu dikumpulkan di balai desa. Setelah mereka berkumpul semua, seorang pulisi yang tinggi besar dan punya wajah serius tanpa senyum, langsung membentak-bentak mereka dengan garangnya. " Kalian semua akan kami bawa ke kantor polisi, dan semua barang-barang lux yang kalian beli sejak kemarin lusa akan kami sita semua, karena semua itu kalian bayar dengan uang palsu , dan ini adalah sebuah perbuatan kriminil yang melanggar hukum negara". Maka dipagi yang mendung itu terjadi sebuah kegaduhan yang luar biasa di desa Duren. Pulisi sibuk menyita semua barang-barang lux yang baru saja mereka beli di semua rumah penduduk, dan membawa semua lelaki dewasa yang tinggal di desa Duren kekantor polisi terdekat yang ada dikota besar. Meninggalkan hujan tangis wanita dan jeritan anak-anak yang melihat ayah mereka diborgol tangannya dan dinaikan ke atas truk. Mereka semua berdiri mematung dengan wajah pucat dan air mata berlinang sampai truk yang membawa orang-orang yang sangat mereka cintai itu lenyap ditikungan jalan.



Dan malam itu terjadi sebuah kesibukan yang luar biasa dirumah Jane, adiknya mas Jimmy yang tinggal di kota besar dekat desa Duren. Waktu mbak Kania istri mas Jim datang sambil menangis tersedu-sedu, mengadu tentang nasib suaminya dan penduduk desa Duren lainnya yang ditangkap pulisi karena dituduh mencetak uang palsu, Jane tak membuang waktu lagi. Dia terus menelpon Catharina adiknya, Lies dan Ernie kawan baiknya. Untuk datang kerumahnya malam itu juga dan mencari solusi yang paling baik untuk membebaskan mas Jim dan kawan-kawannya dari tuduhan pulisi.

Untung sajalah Ernie punya saudara yang jadi komandan pulisi di kota itu. Mas Wawan. Jadi ia bisa minta saran dan pendapat dari adik sepupunya itu. " Gini ya Er, sebetulnya mereka masih dianggap tertuduh bukan pelakunya, jadi masih harus bisa dibuktikan kebenarannya". " Bila seandainya pelaku yang sesungguhnya dapat ditangkap pasti mereka akan dibebaskan tanpa syarat", kata mas Wawan sambil mengelus-elus dagunya yang licin mengkilat.

Dan mereka yang mendengar cerita Ernie, langsung bertekad untuk mengejar dukun palsu itu. Malam itu mereka berkumpul untuk mencari akal, bagaimana caranya, agar dapat menangkap dukun palsu yang menghilang tanpa bekas itu.

" Dukun itu gak jelas wajahnya, pokoknya serem banget deh, karena pipinya tertutup jenggot dan kumis yang lebat sekali, juga matanya juling, ia senang duduk ditempat yang gelap, cuma ia doyan sekali makan sup buntut dan kue-kue basah, seperti lumpia, bika ambon, apem, onde-onde dan lain-lainnya", kata mbak Kania sambil mengusap matanya yang basah. " Para pelayannya selalu memborong habis masakan jualanku di warung nasiku".

Jane tersenyum. " Kalau begitu aku punya akal", katanya. " Mulai besok kita jualan dipasar, semua makanan yang paling disukai oleh dukun palsu itu kita bikin rame-rame, ditanggung dia bakalan muncul tanpa diundang lagi deh".
Semua mengangguk setuju. Dan mereka terus berunding sampai larut malam.

nyambung ke jilid 3

Geen opmerkingen:

Een reactie posten