zaterdag 3 oktober 2009

Kiai Bentho 5

Biarpun perut mereka terasa perih menahan lapar, dan leher mereka bagaikan dicekik oleh rasa haus, tapi keempat putri kerajaan Sembrayu itu terus berlari pontang panting tanpa menoleh kebelakang lagi. Bulu kuduk mereka berdiri mendengar jeritan kiai Bentho yang membelah bumi dan langit itu. Raksasa tua yang berenang dengan sekuat tenaganya sambil menahan rasa sakit yang luar biasa itu, sudah hampir sampai ke seberang danau yang airnya asin itu. Tubuhnya yang terasa nyeri dan perih bagai ditusuk oleh seribu pisau , telah membuat dirinya gusar dan kalap. Sehingga sifat aslinya yang ditutupinya rapat-rapat selama ini muncul kembali. Ia sudah tak bernafsu lagi untuk mengawini putri-putri istana yang cantik jelita itu, tapi ia hanya ingin membalas rasa dendamnya kepada mereka, dengan jalan memakan tubuh mereka satu persatu.

Sekarang giliran putri Veronica yang berlari paling belakang. Meskipun hatinya gelisah dan cemas tapi masih diingatnya pesan ibundanya, yang masih sempat berbisik padanya sebelum ia melarikan diri bersama kakak-kakaknya lewat pintu gerbang di belakang istana. “Putriku, lemparkan lah bungkusan yang kuberikan padamu , setelah raksasa itu berada dekat sekali dengan kalian, karena itu adalah senjata pemungkas yang paling sakti untuk melawan kesaktian kiai Bentho, doaku bersamamu”.

Matahari sudah mulai condong kebarat. Angin bertiup lembut membelai rambut mereka yang panjang terurai itu. Dan putri-putri istana kerajaan Sembrayu yang tak pernah berlari sejauh itu, tak dapat lagi berdiri tegak. Seluruh tenaga mereka telah terkuras habis. Satu persatu mereka jatuh terduduk dengan tubuh lemas diatas rumput hijau. Tak ada lagi yang dapat dilakukan. Mereka hanya dapat menunggu dengan hati cemas dan pasrah. Keempat putri itu bagai anak ayam yang kehilangan induknya. Hanya bisa tergantung pada nasib dan kehendak yang Maha Kuasa. “Lemparkan bungkusan ditanganmu sekarang Ver”, bisik putri Anne dengan nafas terengah-engah. “ Ya Ver, lemparkan kebelakang sekarang juga, jangan tunggu sampai raksasa gila itu datang”, kata putri Jeane sambil memijit mijit kakinya yang terasa nyeri dan pegal. “Semoga Tuhan melindungi kami semua”, desis putri Catharina sambil mengatubkan kedua belah tangannya. Tapi putri Veronica menggelengkan kepalanya, “ Aku baru akan melemparkan bungkusan ditanganku ini, bila aku sudah dapat melihat wajah raksasa yang buas itu”. Dan senyap mencengkam. Semua sibuk dengan jalan pikiran masing-masing. Putri Jeane menarik nafas dalam-dalam. “Semoga semua ini cuma mimpi buruk belaka”, desisnya.” Sebentar lagi kita akan terbangun di tempat tidur kita yang empuk”. Putri Anne mengangguk, “Terus kita sarapan sama nasi goreng spesial bikin simbak Demplon yang lezatnya tak ada duanya itu”.


Dan mereka tak usah menunggu lama. Sejenak kemudian terdengar teriakan raksasa tua yang sudah kalap itu dibelakang mereka. “Kumakan kalian semua satu-persatu…no mercy..no pardon..aku tak peduli lagi.. biar kalian semua cantik cantik kayak seleb di film sinetron”. Keempat putri itu menjerit ketakutan. Dan mereka saling berpelukan erat satu sama lain. Hanya putri Veronica yang tabah, ia terus melihat kebelakang sampai sebuah bayangan hitam yang tinggi besar muncul di hadapannya. Dan disaat tubuh raksasa itu menghambur kedepan sambil menyeringai lebar, seakan sengaja memamerkan wajahnya yang seram itu , putri Veronica menatap tajam kearah mata kiai Bentho yang bulat dan merah itu , lalu dilemparkannya bungkusan kecil ditangannya kearah tubuh kiai Bentho yang sudah berada dekat sekali dengan mereka.
nyambung ke jilid 6 by DM

2 opmerkingen: